Rabu, 12 Januari 2011

Analisis Pengaruh Sumber Daya Manusia Terhadap Manajemen Keselamatan Kapal Guna Meningkatkan Hasil Tangkapan Ikan Tuna Di Pelabuhan Khusus Kelautan Dan Perikanan Muara Baru “.


Nama   : Ajeng rekno grahani
Nim      : 224308099

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Pelabuhan dalam aktivitasnya mempunyai peran penting dan strategis untuk pertumbuhan industri dan perdagangan serta merupakan segmen industri yang dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional.Hal ini membawa konsekuensi terhadap pengelolaan segmen usaha pelabuhan tersebut agar pengoperasiannya dapat dilakukan secara efektif, efisien dan profesional sehingga dalam melaksanakan fungsi untuk menunjang keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang keselamatan berlayar, tempat perpindahan intra dan/ antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah . Pada dasarnya pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan adalah pelayanan terhadap kapal dan pelayanan terhadap muatan ( barang dan penumpang ). Mengingat pelabuhan adalah tempat pertemuan ( interface ) dua moda angkutan atau lebih serta interface berbagai kepentingan yang saling terkait. Barang yang diangkut dengan kapal akan dibongkar dan dipindahkan ke moda lain seperti moda darat ( truk atau kereta api). Sebaliknya barang yang diangkut dengan truk atau kereta api ke pelabuhan bongkar akan dimuat lagi ke kapal. Oleh sebab itu berbagai kepentingan yang terkait bertemu di pelabuhan seperti perbankan, industri pelayaran, bea cukai, imigrasi, karantina, syahbandar dan pusat kegiatan lainnya. Atas dasar inilah dapat dikatakan bahwa pelabuhan sebagai salah satu infrastruktur transportasi, dapat membangkitkan kegiatan perekonomian suatu wilayah karena merupakan bagian dari mata rantai dari sistem transportasi maupun logistik.
Pelayanan yang diberikan oleh suatu pelabuhan pada umumnya adalah pelayanan terhadap kapal dan pelayanan terhadap barang ( pelayanan bongkar muat). Pelayanan terhadap kapal meliputi sandar/berlabuh, pemanduan, dan penundaan. Pelayanan bongkar muat barang meliputi stevedoring, cargodoring, receiving, dan delivery. Pelayanan barang pada dasarnya menggunakan fasilitas ruang (gudang dan lapangan) penumpukan. Dalam kaitan dengan ini maka peran gudang 1 menjadi sangat signifikan dalam memfasilitasi/menampung aktifitas bongkar muat di pelabuhan. Untuk itu pelu ditekankan agar semaksimal mungkin fasilitas yang ada dimanfaatkan guna menekan waktu yang tidak diperlukan sehingga port days dapat ditekan sekecil mungkin dan produktifitas dapat ditingkatkan. Dengan demikian, peningkatan kinerja pelayanan dapat ditunjukkan melalui peningkatan produktifitas bongkar muat barang antara lain dapat di pengaruhi oleh aktivitas yang memanfaatkan fasilitas pokok seperti gudang 1, lapangan penumpukan, dermaga, dan lain-lain.
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor tuna terbesar di dunia. Volume total ekspor tuna pada tahun 2004 mencapai 94.221 ton dengan nilai US $ 243,937 juta. Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir ini volume ekspor tuna merosot tajam karena masalah mutu dan kontaminasi logam berat. Ekspor ikan tuna ke Uni Eropa merosot dari 7.400 ton di tahun 2004 menjadi 2.416 ton pada tahun 2006. Penurunan volume ekspor ikan tuna segar ke Uni Eropa antara lain disebabkan karena tingginya kadar histamin dan logam berat. Bahkan saat ini ekspor tuna dari Indonesia ke negara-negara Uni Eropa terkena penolakan dengan sistem RASFF (Rapid Alert System far Food and Feed). Sementara itu, laporan FDA (Food and Drug Administration), dari tahun 2001-2005 terdapat 350 penolakan pada produk tuna Indonesia, karena kasus histamin dan logam berat. Oleh karena itu, upaya mempertahankan mutu ikan tuna perlu dilakukan secara intensif untuk meningkatkan akses pasar ke negara/kawasan tujuan ekspor. Tujuan dari penelitian ini adalah menganahsa mutu ikan tuna lepas tangkap serta mengamati perubahan mutu steak dan loin tuna pada suhu penyimpanan chilling (0-4°C).
Efektivitas pengoperasian kapal penangkap ikan di laut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan kapal untuk tetap selamat (seaworthiness) dan karakteristik yang menekankan pada respon kapal terhadap kondisi operasional di laut (seakindliness), kedua hal tersebut merupakan kriteria utama yang harus dipenuhi oleh suatu kapal, yang berkaitan erat dengan karakteristik gerakan kapal.
Dalam penelitian ini secara khusus dianalisis gerakan coupled heaving-pitching di gelombang reguler head seas dengan sudut encounter 180o. Untuk itu penelitian ini bertujuan (1) menganalisa besarnya amplitudo dan frekuensi gerakan coupled heaving-pitching kapal purse seine pada gelombang reguler head seas (2) Menganalisa gerakan coupled heaving-pitching pada gelombang reguler head seas.
Dari perhitungan secara teoritis diperoleh, (1) Gerakan coupled heaving-pitching dapat menurunkan besarnya amplitudo gerakan heaving dan sudut pitching jika dibandingkan dengan gerakan uncoupled. (2) Gerakan coupled heaving-pitching lebih nyaman daripada gerakan uncoupled heaving-pitching bagi operasional di atas kapal dan menjamin keselamatan serta konstruksi kapal selama berada dilaut, (3) Sudut pitching pada gerakan coupled heaving-pitching dengan kecepatan kapal 3,090 m/det pada gelombang reguler head seas akan selalu mengikuti pola gerakan gelombang, sedangkan gerakan heaving akan bervariasi pada pola gerakan gelombang yang terjadi.
Telah menjadi pemahaman umum bahwa penangkapan ikan merupakan salah satu pekerjaan berbahaya di dunia. Hal ini sebagaimana statistik IMO, ILO dan FAO yang menyatakan bahwa 7% kecelakaan fatal terjadi di industri penangkapan ikan dan setiap tahun terjadi sekitar 24 ribu kecelakaan fatal. Selanjutnya 80% kecelakaan kapal disebabkan oleh kesalahan manusia dan kesalahan ini sebagai hasil dari kurangnya kualitas manajemen.Berkaitan dengan hal ini perlu pertimbangan untuk mencermati isu tersebut, seperti awak kapal harus berkecukupan dalam pendidikan dan pelatihan serta kompeten sejalan dengan aturan yang berlaku dan kondisi yang disepakati, prosedur dan sistem di kapal penangkap ikan harus dikelola dengan baik guna mencapai produksi yang diinginkan, dan semua bagian kapal harus dirawat dan dioperasikan sesuai dengan kapasitasnya. Bagaimanapun, solusi untuk meningkatkan keselamatan kapal akan linier dengan manajemen berorientasi keselamatan, kompetensi awak kapal dan kelaikan kapal. Kelaikan kapal penangkap ikan merupakan yang penting namun perlu untuk membuat standar disain, metode konstruksi dan bahan, maupun perlengkapan kapal yang memadai. Hal ini harus didukung oleh standar inspeksi dan perawatan atau dengan kata lain perlu sistem aturan keselamatan. Standar yang dapat diadopsi secara universal untuk hal diatas adalah konvensi safety of fishing vessel Torremolinos dengan protokol 1993 (SFV Protocol 1993).
Sebagaimana standar kapal, disisi lain diperlukan juga standar kualifikasi dan sertifikasi bagi awak kapal penangkap ikan mengingat industri penangkapan ikan beroperasi di laut lepas dan berinteraksi dengan industri maritim lainnya secara global. Standar dimaksud adalah standard of training certification and watchkeeping for fishing vessel personnel (STCW-F 1995).
Konvensi Torremolinos 1977 dan Protokol 1993 (1993 Torremolinos Protocol) Konferensi internasional tentang keselamatan kapal penangkap ikan yang pertama dilaksanakan di Torremolinos telah menghasilkan Torremolinos Convention (1977) yakni rejim keselamatan kapal penangkap ikan berukuran 24 meter atau lebih. Konvensi ini menekankan pada standar konstruksi dan perlengkapan terkait dengan keselamatan sebagaimana konvensi safety of life at sea (SOLAS). Tahun 1993 tanggal 2 April diadopsi protokol terhadap konvensi Torremolinos guna memperbarui serta mengamandemen konvensi 1977 dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi serta pendekatan pragmatis dalam rangka menghimbau untuk ratifikasi konvensi tersebut. Cakupan protokol dimaksud terdiri atas 10 bab antara lain adalah konstruksi, stabilitas, permesinan, pemadaman kebakaran, perlindungan awak kapal, perlengkapan keselamatan, prosedur darurat, komunikasi radio, sertifikasi kapal dan port state control (PSC). Dalam beberapa bab cakupan ditujukan untuk kapal dengan panjang 45 meter atau lebih. Sedang untuk kapal penangkap ikan dengan panjang 12 meter hingga kurang dari 24 meter dapat mengacu pada the FAO/ILO/IMO voluntary guidelines for the design, construction and equipment of small fishing vessel 2005.
Tindak lanjut protokol diawali dengan conference on the SFV operating in the East and South-east Asia region tahun 1997 di Tokyo. Disini diadopsi standar regional (5 bab dari 10 bab protokol) untuk kapal penangkap ikan dengan panjang 24 meter atau lebih meter namun kurang dari 45 meter.
Protokol akan diberlakukan setelah 1 tahun diterima 15 negara dengan jumlah armada kapal penangkap ikan dengan panjang 24 meter atau lebih sebanyak 14 ribu unit. Terhitung 2 Oktober 2009 baru 17 negara meratifikasi protokol ini. Konvensi STCW-F 1995 (1995 STCW-F Convention) Kovensi STCW-F 1995 melengkapi protokol Torremolinos dalam kerangka pelatihan dan sertifikasi awak kapal penangkap ikan. Konvensi ini ditujukan terhadap standar pelatihan dan sertifikasi nakhoda dan petugas jaga pada kapal penangkap ikan dengan panjang 24 meter atau lebih, kepala kamar mesin dan masinis pada kapal dengan tenaga 750kW atau lebih serta awak kapal yang bertanggungjawab terhadap komunikasi radio. Demikian juga mengenai basic safety training (BST) bagi semua awak kapal. STCW-F 1995 diadopsi 7 Juli 1995 dan akan diberlakukan 1 tahun setelah diterima oleh 15 negara. Saat ini terhitung 2 Oktober 2009 baru 13 negara yang meratifikasi konvensi tersebut. Panduan Pelatihan dan Sertifikasi Document for guidance on training and certification of fishing vessel personnel direvisi tahun 2001 mengkombinasikan konvensi dan rekomendasi dari ILO dan IMO disamping pengalaman FAO dibidang pelatihan. Dokumen ini memberikan kerangka sistem pelatihan sesuai dengan ukuran kapal penangkap ikan dan kondisi perikanan. Kerangka sistem tersebut mencakup metode pelatihan dan asesmen, isi dan durasi program pelatihan, kompetensi yang dinilai, persyaratan dan kualifikasi pendidik. Disini diberikan tekanan terhadap keberlanjutan (FAO code of conduct), manajemen fatik, dan keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan. Kondisi umum Konsep competency-based training sudah diterapkan di banyak institusi pendidikan dan pelatihan di banyak negara. Peruntukan protokol dan konvensi tersebut untuk kapal penangkap ikan dengan ukuran panjang lebih besar dari 24 meter, perlu dibarengi dengan aturan nasional untuk mengaplikasikan kedua instrumen internasional tersebut terhadap kapal yang berukuran lebih kecil. Industri penangkapan ikan dan negara perlu menyadari dan paham mengenai ketentuan dalam kedua instrumen internasional tersebut guna tindak lanjut mempersiapkan ratifikasi. Bagaimanapun untuk menuju pada lingkungan kerja awak kapal yang aman, pilihan tempat kerja yang lebih luas dan keberlanjutan mata pencaharian awak kapal penangkap ikan akan berkonsekensi terhadap biaya yang muncul pada industri penangkapan ikan (meningkatkan sistem keselamatan), institusi pendidikan dan pelatihan (aplikasi lebih luas pelatihan basis kompetensi serta asesmen) serta administrator maritim (sertifikasi dan survei).
Secara geografis Negara Kepulauan, Negara Republik Indonesia terletak di sekitar khatulistiwa antara 94˚45’BT-141˚01’ dan dari 06˚08’LU-11˚05’LS,sedangkan secara spasial, wilayah teritorial Indonesia membentang dari barat ke timur sepanjang 5.110 km dan dari utara ke selatan 1.888 km2. 65% dari seluruh wilayah Indonesia ditutupi oleh laut dengan luas total perairan laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, terdiri dari 3,1 juta km2 wilayah laut kedaulatan (0,3 juta km2 Perairan Teritorial, dan 2,8 juta km2 Perairan Nusantara) dan 2,7 km2 laut ZEE berdasarkan UNCLOS 1982. Oleh sebab itu keberadaan suatu lembaga yang menjalankan fungsi Keamanan dan Keselamatan di wilayah laut Indonesia adalah hal yang mutlak demi tegaknya Kedaulatan dan Hukum serta terpeliharanya segala aspek kelautan dan pemanfaatan demi kepentingan nasional.
Laut bagi Negara kepulauan Indonesia memiliki fungsi yang strategis, diantaranya sebagai media penyeimbang iklim global, media perlintasan antar bangsa, media pemersatu bangsa, media perhubungan media sumberdaya, media pertahanan keamanan dan media membangun pengaruh. Sistem transportasi laut nasional merupakan satu kesatuan sistem jaringan sarana dan prasarana pelayanan yang tidak terpisahkan. Salah satu pendukung dalam transportasi laut adalah Pelabuhan. Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/ atau perairan dengan batas–batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayanan dan kegiatan penunjang pelabuhan serta tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi (UU Pelayaran No. 17 tahun 2008 ).
Pelabuhan khusus sesuai Peratutan pemerintah No 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan adalah pelabuhan yang dikelola untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan perikanan no PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi 4 kategori utama yaitu : Pelabuhan perikanan samudera ( PPS ), Pelabuhan Perikanan Nusantara ( PPN ), Pelabuhan Perikanan Pantai ( PPP), Pangkalan Pendaratan Ikan ( PPI ).
Pelabuhan tersebut dikategorikan menurut kapasitas dan kemampuan masing-masing pelabuhan untuk menangani kapal yang tiba dan tolak serta letak dan posisi pelabuhan. Karakteristik Kelas pelabuhan PPS,PPN,PPP, dan PPI: No Kriteria Pelabuhan Perikanan PPS PPN PPP PPI
1. Daerah Operasional kapal ikan yang dilayanani :
P P S : Wilayah laut territorial
P P N : Zona Eksklusif Ekonomi ( ZEE ) dan Perairan internasional
P P P : Perairan ZEE dan Laut territorial
P P I : Perairan ZEE, Perairan Pedalaman dan Perairan kepulauan

2. Fasilitas tambat/labuh kapal :
P P S : > 60 GT
P P N : 60 GT
P P P : 10 – 30 GT
P P I : 3 – 10 GT

3. Panjang Dermaga Kolam :
P P S : > 300 meter dan > 3 meter
P P N : 150 – 300 meter dan > 3 meter
P P P : 100 – 150 meter dan > 2 meter
P P I : 50 – 100 meter dan > 2 meter

4. Kapasitas menampung kapal :
P P S : > 6000 GT ( ekivalen dengan 100 unit kapal berukuran 60 GT )
P P N : > 2250 GT ( ekivalen dengan 75 unit kapal berukuran 30 GT )
P P P : > 300 GT ( ekivalen dengan 30 unit kapal berukuran 10 GT )
P P I : > 60 GT ( ekivalen dengan 20 unit kapal berukuran 3 GT )

5. Volume ikan yang didaratkan :
P P S : Rata – rata 60 ton/hari
P P N : Rata – rata 30 ton/hari
P P P : -
P P I : -

6. Ekspor ikan :
P P S : Ya
P P N : Ya
P P P : Tidak
P P I : Tidak

7. Luas lahan :
P P S : > 30 Ha
P P N : 15 – 30 Ha
P P P : 5 – 15 Ha
P P I : 2 – 5 Ha

8. Fasilitas pembinaan mutu hasil perikanan
P P S : Ada
P P N : Ada/Tidak
P P P : Tidak
P P I : Tidak

9. Tata ruang ( zonasi ) pengolahan/pengembangan industri perikanan
P P S : Ada
P P N : Ada
P P P : Ada
P P I : Tidak

Pelabuhan Perikanan samudera (PPS) dikenal sebagai pelabuhan perikanan type A atau kelas I. Pelabuhan perikanan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan berukuran >GT60. Pelabuhan ini dapat menampung 100 buah kapal atau GT6000 sekaligus, dapat pula melayani kapal ikan yang beropersi diperairan kapal lepas pantai , ZEE dan perairan Internasional. Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 40.000 ton/tahun dan juga memberikan pelayanan untuk ekspor. Selain itu juga tersedia tanah untuk lahan industri.
Perum prasarana Perikanan Samudera adalah badan yang bertanggung jawab terhadap pelabuhan perikanan ini. Perusahaan ini bertujuan untuk : meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan perbaikan sarana dan/atau prasarana pelabuhan perikanan. Mengembangkan wiraswasta perikanan serta memperkenalkan dan mengembangkan teknologi hasil perikanan dengan sistem rantai dingin dalam perdagangan dan industri perikanan.
Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no 16 tahun 2006, pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Sesuai dengan hal tersebut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no. Per : 06/MEN/2007 pasal 2 dan 3 menyebutkan pelabuhan Perikanan mempunyai tugas melaksanakan fasilitas produksi dan pemasaran hasil ikan untuk pelestarian dan kelancaraan kegiatan kapal perikanan serta pelayanan Kesyahbandaran dipelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan menyelenggarakan fungsi-fungsi :
a. Perencanaan, pengembangan, pemeliharaan serta pemanfaatan sarana pelabuhan perikanan.
b. Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan.
c. Koordinasi pelaksana urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan.
d. Pengembangan dan fasilitas pemberdayaan masyarakat perikanan.
e. Pelaksanaan fasilitas dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi,distribusi, dan pemasaran hasil perikanan.
f. Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan,pengolahan, pemasaran, dan mutu hasil perikanan.
g. Pelaksanaan dan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan statistik perikanan.
h. Pengembangan hasil dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi riset, produksi dan pemasaran hasil perikanan tangkap diwilayahnya.
i. Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari
j. Pelaksaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Dalam ketentuan ini pelabuhan Muara baru ditentukan sebagai Pelabuhan umum kelas V dan Pelabuhan perikanan kelas I yang berada di Jakarta Utara. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas – batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra – dan antarmoda transportasi. Selain ketentuan tersebut diatas, sesuai Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor : KM 62 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Administrator Pelabuhan. kedudukan, tugas, fungsi serta klasifikasi diatur oleh Menteri Perhubungan. Dalam melaksanakan tugas kantor administrator pelabuhan menyelenggarakan fungsi :
1. Pengawasan kegiatan lalu lintas dan angkutan laut yang meliputi lalu lintas kapal, penumpang, barang, hewan, kontainer dan pemantauan pelaksanaan tarif.
2. Pengawasan kegiatan penunjang angkutan laut dan pembinaan tenaga kerja bongkar muat.
3. Pemilikan terhadap pemenuhan persyaratan kelaiklautan kapal dan pemberian Surat ijin Berlayar.
4. Pelaksanaan tindakan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemadaman kebakaran diperairan Pelabuhan dan Bandar.
5. Pelaksanaan pengamanan, penertiban, penegakan peraturan di bidang pelayaran dan tindak pidana pelayaran di perairan pelabuhan dan perairan Bandar guna menjamin kelancaran operasional pelabuhan.
6. Pengawasan kelaikan dan keselamatan fasilitas peralatan pelabuhan, alur pelayaran dan kolam pelabuhan, serta pengawasan pembangunan fasilitas pelabuhan dan penilaian kinerja operasional pelabuhan.
7. Pelaksanaan pemeriksaan nautis, teknis, radio, dan peralatan pencegahan pencemaran, pembangunan dan perombakan kapal serta verifikasi manajemen keselamatan dan penerbitan sertifikasi, surat kebangsaan dan hipotek kapal.
8. Pelaksanaan pengukuran dan status hukum kapal, surat kebangsaan kapal dan hipotek kapal serta pengurusan dokumen pelaut, penyijilan awak kapal dan perjanjian kerja laut.
9. Pelaksaan urusan administrasi dan kerumahtanggaan.
Sesuai Keputusan Menteri ini Muara Baru sebagai Kantor administrator Pelabuhan Umum kelas V.
Dengan adanya ketentuan untuk kelaikan laut yang di haruskan memiliki sertifikat dan sejenisnya baik untuk kapalnya, nahkodanya maupun awak buah kapalnya yang mengakibatkan sumber daya manusianya berpengaruh terhadap manajemen keselamatan kapal ikan dan hasil tangkapan ikannya tersebut. Penulis mengambil contoh di Pelabuhan Khusus Perikanan Nizam Zachman.

Dengan adanya dua sektor yang mengatur dalam hal yang sama penulis tertarik untuk mengemukakan dalam bentuk skripsi dengan judul “ Analisis Pengaruh Sumber Daya Manusia Terhadap Manajemen Keselamatan Kapal Guna Meningkatkan Hasil Tangkapan Ikan Tuna Di Pelabuhan Khusus Kelautan Dan Perikanan Muara Baru “.

B. Rumusan Masalah

1. Identifikasi masalah
Seperti yang diuraikan di atas mengenai adanya kegiatan berlayar dengan menggunakan izajah non pelayaran atau sertifikasi terhadap keselamatan kapal untuk meningkatkan hasil tangkap ikan tuna di pelabuhan Muara Baru. Untuk itu penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana penerapan sistem Sumber Daya Manusia dalam keselamatan kapal untuk meningkatkan hasil tangkap ikan tuna di pelabuhan Muara Baru.
b. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Sumber Daya Manusia dalam pelaksanaan keselamatan kapal.
c. Dalam menerbitkan Surat izin Berlayar dan Sertifikasinya.
d. Memberikan Persyaratan teknis dan nautis kapal dari aspek keselamatan pelayaran khususnya dipelabuhan Muara Baru.


2. Batasan Masalah
Dalam penyusunan skripsi ini penulis membatasi pembahasan mengenai penerapan sistem Sumber Daya Manuia dalam pelaksanaan manajemen keselamatan kapal guna meningkatkan hasil tangkapan ikan tuna di pelabuhan Muara Baru.

3. Pokok Masalah

Pokok permasalahan yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini, antara lain :

a. Bagaimana penerapan sistem Sumber Daya Manusia di bidang pendidikan ( izasah non pelayaran atau sertifiasi ) dalam keselamatan kapal untuk meningkatkan hasil tangkap ikan tuna di pelabuhan Muara Baru.
b. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Sumber Daya Manusia dalam pelaksanaan keselamatan kapal.

C. Tujuan Penelitian

Didalam penyusunan skripsi ini terdapat beberapa tujuan yang hendak penulis sampaikan, yaitu :

a. Untuk mengetahui efektivitas sumber daya manusia terhadap manajemen keselamatan kapal ikan di Muara Baru dalam kegiatan keselamatan kapal.

b. Untuk mengetahui seberapa efektivitas manajemen keselamatan kapal ikan dalam menangani kegiatan keselamatan pelayaran.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang tersusun dalam skripsi ini, diharapkan dapat bermanfaat baik bagi diri sendiri, Departement Perhubungan ( Departmen Kelautan dan Perikanan ), Civitas Akademik STMT TRISAKTI serta para pembaca dan pihak lain yang membutuhkannya, antara lain :
1. Bagi penulis, adalah untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai Manajemen Pelabuhan.
2. Bagi Departemen Kelautan dan Perikanan, adalah sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing departmen.
3. Bagi lembaga dan Civitas Akademik STMT TRISAKTI adalah dapat dijadikan bahan referensi bagi mahasiswa yang ingin memepelajari tentang fungsi, tugas dan wewenang dari Departemen Perhubungan dan Perikanan terutama Kesyahbandaran dan efektivitas sumber daya manusia terhadap manajemen keselamatan kapal di Pelabuhan Perikanan Muara Baru.

E. Motodologi Penelitian

1. Jenis dan Sumber Data
Didalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode Deskriptif Analisis, yaitu pembahasan dalam skripsi dengan memberikan uraian-uraian. Data yang penulis gunakan adalah data Kualitatif berupa Data dan Laporan dari Departement Perhubungan dan Perikanan.

2. Populasi dan sample
a. Populasi Data merupakan sebagian data secara keseluruhan dari data dan laporan Departemen Perhubungan dan Perikanan Nizam Zachman dan dari data dan laporan Asosiasi.
b. Sample data merupakan sebagian data dan Laporan Departemen Perhubungan Tahun 2006 - 2009

3. Metode Pengumpulan Data
a. Riset Lapangan (Field Research)
Suatu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan observasi dan pengamatan langsung terhadap objek studi yang menjadi pokok permasalahan untuk memperoleh data-data yang diperlukan, antara lain diperoleh melalui :

1. Interview, yaitu mengadakan wawancara langsung dan mengajukan pertanyaan kepada petugas atau awak buah kapal serta masyarakat nelayan sekitar dan asosiasi sebagai pengguna jasa.
2. Observation, yaitu melakukan pengamatan semua aktivitas atau kegiatan kerja pelabuhan untuk memperoleh kebenaran antara teori dan kenyataan yang ada di lapangan melalui praktek kerja lapangan.

b. Riset Kepustakaan
Suatu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data-data yang bersumber dari buku, diklat, teori serta materi perkuliahan di STMT TRISAKTI yang didalamnya penulis mendapatkan teori-teori untuk memudahkan penulisan dalam penyusunan skripsi.

B. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulis dalam penyampaian materi maka sistematika skripsi ini di bagi menjadi lima bab yang masing – masing bab dilengkapi oleh beberapa sub bab yang garis besarnya terdiri dari bab – bab sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan, penulis menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan, dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.


BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan tentang teori – teori yang berhubungan dengan pokok bahasan skripsi ini, seperti Pengertian Efektivitas, Sumber daya manusia Pelabuhan dan Kepelabuhan ( setifikasi ), Kesyahbandaran dan ,Manajemen Keselamatan dan Keselamatan Kapal.

BAB III TINJAUAN UMUM DEPARTEMEN PERHUBUNGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang sejarah singkat departemen, organisasi dan manajemen, saran dan prasarana, serta kegiatan fungsi yang dijalankan oleh Departemen Kelautan di Perikanan dan Departemen Perhubungan di Muara Baru dan Asosiasi Ikan Tuna Indonesia ( ASTUIN ).

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis pengaruh sumber daya manusia di bidang pendidikan terhadap manajemen keselamatan kapal guna meningkatkan hasil tangkapan ikan tuni di Muara Baru.

BAB V DAFTAR PUSTAKA
Bagi STMT Trisakti, informasi dalam penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya pada manajemen transportasi laut di bidang penanganan sumber daya manusianya terhadap keselamatan kapal ikan dan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar